Ragam busana adat Minang Kabau

Di Sumatra barat yang dikenal dengan ranah minang, terdapat beberapa variasi pakaian adat. Busana adat itu, umumnya dipakai pada hajad pernikahan pasangan mempelai. Perbedaan ragam busana ini berdasarkan pembagian beberapa adat nagari di Sumatra barat, yang dikenal dengan pembagian Luhak.  Dahulu minangkabau mengenal pembagian wilayah adat dengan sebutan ” LUHAK NAN TIGO. Kemudian dalam perkembangan kini, pembagian wilayah adat itu  dengan perbedaan ragam busana adatnya ditetapkan sebagai berikut.  yaitu :
Baju Anak Daro Minang Kabau
1. Luhak nan Tuo, meliputi : Sungayang, Padang Magek, Batipuah, Batusangkar dan Lintau
Buo.
2. Luhak Nan Tangah, meliputi : Matua. Maninjau. Bayua, Kuari Limo. Jorong, dan Koto
Gadang
3. Luhak Nan Bungsu, meliputi : Payakumbuh, dan Koto nan Ampek
4. Luhak rantau, meliputi : Solok, Pariaman, Padang, dan Painan.

(infor dari : Dra. SYOFYANI – seniwati, dosen dan pemilik sanggar SYOFYANI – Padang)
Bundo Kanduang
Pakaian adat yang menjadi busana pengantin kota Padang, Pariaman dan Painan, memiliki kekhasan tersendiri dibandingkan busana daerah lain di Minangkabau. Dalam sejarah dan budaya asal Minangkabau, busana masyarakat di wilayah ini, dipengaruhi oleh busana Negeri Cina dan sedikit dipermodern dengan ala Eropa, khususnya bangsa Portugis. Hal ini terlihat dari segi corak dan pemilihan warna, yang cenderung berwarna cerah. Umumnya perpaduan warna : Merah, kuning, dan hijau. . Berbeda halnya dengan daerah lain, busana yang digunakan cendrung berwarna hitam, kuning, merah.
Pakaian Adat Bundo Kanduang
Pakaian adat Bundo Kanduang di Minangkabau pada hakekatnya sama, tidak terdapat perbedaan yang tajam antara luhak (daerah asal) dengan daerah rantau. Perbedaan hanya terlihat pada bentuk variasi dan hiasannya saja.
Seorang wanita yang diangkat sebagai Bundo Kanduang merupakan wanita yang memegang peranan dalam kaum atau sukunya. Tidak semua wanita di Minangkabau dianggap Bundo Kanduang karena harus memenuhi kriteria dan persyaratan seperti uraian di atas. Sehubungan dengan itu pakaian Bundo Kanduang dalam upacara-upacara adat mempunyai bentuk-bentuk tertentu dan berbeda dengan wanita lainnya. Pakaian Bundo Kanduang mempunyai bermacam-macam variasi, seperti yang terdapat di beberapa daerah di Minangkabau, namun mempunyai persamaan pokok yang merupakan satu kesatuan.

Adapun pakaian Bundo Kanduang menurut adat yang lazim.



1. Tengkuluk :

Bagian kepala seorang wanita yang telah diangkat sebagai Bundo Kanduang pada waktu menghadiri upacara adat harus ditutup. Penutup kepala ini disebut tengkuluk yang dipakai dengan cara tertentu sehingga bentuknya menyerupai tanduk kerbau. Tutup kepala tersebut dibuat dari selendang tenunan Pandai Sikek. Di beberapa daerah terdapat beberapa cara memakainya sehingga bentuknya pun bervariasi. Di Kabupaten Agam ujungnya runcing, di Payakumbuh ujung pepat, di daerah Lintau Kabupaten Tanah Datar tanduknya bertingkat dan lain-lain.

2. Baju kurung



Baju yang dipakai oleh Bundo Kanduang dalam upacara adat disebut baju kurung yang melambangkan bahwa ibu tersebut terkurung oleh undang-undang yang sesuai dengan agama dan adat di Minangkabau. Baju kurung ini diberi hiasan sulaman benang emas dengan motif bunga kecil yang disebut tabua atau tabur. Warna baju kurung bermacam-macam menurut darah masing-masing, seperti hitam, merah tua, ungu atau biru tua. Pada lengan kiri, kanan atau pinggir bagian bawah baju diberi jahitan tepi yang disebut minsia, melambangkan bahwa Bundo Kanduang harus selalu berhati lapang, sabar menghadapi segala persoalan. Sedangkan hiasan tabur melambangkan kekayaan alam Minangkabau, warna hitam melambangkan Bundo Kanduang tahan tempa, tabah dan ulet, warna merah melambangkan keberanian dan tanggung jawab.

3. Kain sarung atau kodek



Kain sarung yang dipakai oleh Bundo Kanduang dibuat dari kain balapak atau songket tenunan Pandai Sikek, Padang Panjang. Kain sarung ini berhiaskan benang emas atau perak dengan motif bunga, daun atau garis-garis geometris. Sedangkan tepinya dihiasi motif pucuk rebung. Kain sarung dipakai sebatas mata kaki melambangkan bahwa Bundo Kanduang harus mempunyai rasa malu, kesopanan, ketaatan beragama tetapi mudah melangkah. Hiasan tabur pada kain serung melambangkan pengetahuan Bundo Kanduang sebanyak bintang di langit, motif pucuk rebung melambangkan inisiatif dan gerak dinamis masyarakat Minangkabau.

4. Selandang 


Setelah memakai baju kurung, di atas bahu kanan dipakai selendang atau selempang dari kain songket yang disebut kain balapak buatan Pandai Sikek. Cara memakainya di selempangkan dari bahu kanan ke bawah tangan kiri, melambangkan tanggung jawab yang dibebankan di pundak Bundo Kanduang, yang harus dilaksanakan dengan baik.
Sebagai pelengkap pakaian adat Bundo Kanduang antara lain selop atau sandal, kampie yaitu sejenis kantung kacil terbuat dari kain beludru sebagai tempat sirih pinang. Sebagai perhiasan antara lain kalung dan gelang. Kalung Bundo Kanduang ada beberapa macam, yaitu kalung cekik leher, kalung kaban, kalung rago-rago dan kalung panjang.
Leher sebagai lambang kebenaran akan tetap berdiri teguh dan sebagai pernyataan tetap menegakkan kebenaran dilambangkan dengan memberi hiasan kalung. Kalung juga melambangkan bahwa semua rahasia dikumpulkan oleh Bundo Kanduang dan sebagai pengatur ekonomi maka perlu menyimpan harta dalam bentuk emas yang sukar dihabiskan.
Selain kalung, hiasan lainnya adalah gelang, yaitu gelang gadang atau besar, gelang rago-rago dan gelang kunci manik. Pemakaian gelang melambangkan semua yang dikerjakan Bundo Kanduang harus dalam batas-batas tertentu, menjangkau ada batasnya, melangkahkan kaki juga ada batasnya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Bundo Kanduang merupakan figur ibu sejati yang sangat diharapkan dan sangat berperan dalam masyarakat Minangkabau. Tidak semua wanita atau semua ibu mempunyai predikat Bundo Kanduang karena harus memiliki beberapa kriteria dan persyaratan tertentu yang digariskan menurut agama dan adat Minangkabau. Sebaliknya kaum ibu yang disebut Bundo Kanduang sangat dihormati dan dimuliakan. Kedudukan dan peranannya dalam adat sangat besar. Karena status tersebut, Bundo Kanduang mempunyai batas-batas yang digariskan oleh adat dalam berbuat, bertindak dan bertingkah laku. Gambaran Bundo Kanduang ini diwujudkan pula dalam pakaian adat yang dipakai dalam upacara tertentu, yang penuh dengan lambang dan makna.
Sayang sekali jika hal ini tidak diketahui oleh generasi muda, khususnya pendukung kebudayaan bersangkutan karena berarti tidak mengenal dan mencintai nilai budaya nenek moyang.

 

0 komentar:

Posting Komentar